Ratusan Anak Di Lima Desa Trauma dan Alami Gangguan Kesehatan, KPAI Rekomendasi Penutupan Pabrik Serat Sintesis di Sukoharjo

PERS RELEASE

RATUSAN ANAK  DI LIMA DESA TRAUMA DAN ALAMI GANGGUAN KESEHATAN,  KPAI REKOMENDASI PENUTUPAN PABRIK SERAT SINTESIS DI SUKOHARJO

Menindaklanjuti pengaduan warga kecamatan Nguter, kabupaten Sukoharjo terkait  pencemaran udara yang berasal dari PT RUM, KPAI menurunkan Tim untuk melakukan pengawasan ke Sukoharjo yang terdiri dari Retno Listyarti (Komisioner Bidang Pendidikan) dan Susianah (Komisioner Bidang Sosial dan Anak dalam situasi darurat).

KPAI mendatangi lokasi pemukiman penduduk yang letaknya paling dekat dengan lokasi pabrik, hanya radius sekitar 500 meter, yaitu di dukuh Tawang Krajan, desa Gupit, kecamatan Nguter, kabupaten Sukoharjo.  Adapun desa terdampak di Sukoharjo adalah Desa Kedungwinong, Desa Plesan, Desa Gupit, Desa Celep dan desa Pengkol.

Saat ini, pabrik sudah mendapatkan sanksi administrasi dari Bupati akibat pencemaran yang ditimbulkan dengan penghentian operasi sementara selama 8 bulan terhitung sejak Januari 2018.

“Karena hanya diberhentikan sementara sambil menunggu alat peredam bau, warga menjadi trauma dan ketakutan jika pabrik tersebut beroperasi kembali, maka warga akan mengalami kembali gangguan pernafasan dan kesehatan lainnya akibat proses produksi pabrik tersebut. Kekhawatiran ini yang menggerakan warga terus berjuang kemana-mana agar pabrik tersebut dicabut ijinnya dan tidak beroperasi kembali.,” ujar Susianah, Komisioner bidang sosial.

WARGA TRAUMA

Saat pengawasan, KPAI bertemu dan mendengarkan keluhan sekitar 40 warga terdampak secara langsung, KPAI juga mewawancarai sejumlah anak yang mengalami sesak dada, tengkuk sakit, muntah-muntah, pusing dan mual berkepanjangan akibat bau busuk yang ditimbulkan dari proses produksi pabrik.

Pertemuan dengan warga berlangsung cair dan beberapa warga menangis terisak-isak saat menceritakan  kondisi yang dialaminya saat pabrik milik PT RUM tersebut beroperasi. Nampak sekali warga mengalami trauma dan membutuhkan trauma healing. Warga yang dewasa saja mengalami trauma, apalagi anak-anak.

Pengakuan warga, bau busuk yang menyengat sebenarnya tidak terus menerus dirasakan warga, tetapi setiap hari pasti bau, serangan bau bisa mencapai 5 kali dalam sehari. Bisa pagi, siang, sore, bahkan tengah malam. Menggunakan masker dan ditutupi bantal pun, bau tetap menyengat dan menyesakan dada.

Akibat Pencemaran, Pembelajaran Tidak Maksimal

KPAI mendapatkan data jumlah anak-anak yang terdampak pencemaran diantaranya dari dukuh Ngarapah mencapai 48 anak-anak (14 diantaranya masih balita), dukuh Tegalrejo sebanyak 27 anak-anak (10 diantaranya masih balita), dan dukuh Tawang Krajan sebanyak 27 anak-anak (3 diantaranya usia balita). Ketiga dukuh tersebut masuk wilayah kecamatan Nguter, kabupaten Sukoharjo, Propinsi Jawa Tengah.

“Data tersebut menunjukkan bahwa anak usia sekolah yang terdampak cukup banyak. Mereka selalu menggunakan masker ke sekolah, begitupun para gurunya. Jika bau busuk menyengat  tidak mampu diterima tubuh anak-anak, maka anak jatuh sakit dan tidak  bisa bersekolah. Dampaknya, nilai anak-anak menurun karena sering tidak masuk sekolah dan dirumah juga tidak bisa belajar karena terganggu oleh bau busuk”, urai Retno Listyarti, Komisioner bidang pendidikan.

Retno menambahkan, KPAI mewawancarai ibu dan 2 anak perempuannya yang masih berusia TK dan SD, memiliki sensitivitas terhadap bau sehingga selama bau menyerang maka kedua anak itu akan muntah terus, diisi air pun akan dimuntahkan. Akibatnya keduanya mengalami demam, sampai harus diungsikan jauh ke rumah family.

Beberapa sekolah yang terdampak pencemaran sehingga proses belajar mengajarnya terganggu diantaranya, yaitu : SDN 02 Desa Plesan, Madrasah Ibtidaiyah (MI) Kedung Winong, TK Aisiyah, dan SMP Achmad Dachlan Boarding School.

Sempat ada inisiatif salah satu sekolah untuk melakukan pertemuan  dengan  berbagai sekolah terdampak membahas bau menyengat yang disebabkan oleh beroperasinya pabrik serat sintesis milik PT RUM, namun tidak semua perwakilan sekolah hadir, kemungkinan karena tertekan dan takut pada pemerintah daerah.

Anak Korban Kekerasan Saat Warga Mendemo Pabrik

Warga menceritakan saat aksi demo di depan pabrik  pada oktober 2017 yang diikuti  ratusan  orang dari berbagai desa di Nguter karena memprotes PT RUM, saat terjadi dorong mendorong dengan pihak keamanan pabrik, ada 1 peserta aksi demo yang masih usia anak ditangkap keamanan pabrik.

“Anak tersebut  kemudian mengalami kekerasan berupa pemukulan, diikat kedua tangan dan kakinya, bahkan ananda sempat pingsan akibat kekerasan tersebut. Kemudian warga berhasil membebaskan dan ananda dibawa ke puskemas terdekat untuk mendapatkan pertolongan medis.,” urai Retno Listyarti.

Lanjut Retno, kasus kekerasan yang menimpa anak ini tidak pernah diproses hukum, meski sudah dilaporkan warga ke pihak berwajib. Tim KPAI sempat menemui dan mewawancarai ananda dan ayahnya. Kondisi ananda saat ini secara fisik sudah sehat, namun secara psikologis ananda masih mengalami trauma akibat peristiwa kekerasan tersebut.

KPAI  Datangi PemKab Sukoharjo

KPAI mendatangi kantor Bupati Sukoharjo untuk meminta klarifikasi dan penjelasan terkait laporan warga. KPAI diterima oleh Bapak Widodo yang menjabat Asisten II SETDA. Hadir pula dalam pertemuan tersebut  SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah)  terkait, yaitu Dinas Kesehatan, RSUD Sukoharjo, Dinas Pendidikan, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA),Dinas Sosial,  Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Perindustrian, dan Camat Nguter.

“Asisten II SETDA mengakui bahwa ada pencemaran udara berupa bau busuk yang menyengat di wilayah kabupaten Sukoharjo yang meliputi 5 desa yang disebabkan oleh proses produksi pabrik Serat Sintesis milik PT RUM. Terkait hal tersebut pemkab sudah memberikan sanksi administratif  dengan pemberhetian sementara operasi pabrik selama 8 bulan terhitung mulai 23 Januari 2018,” ungkap Susianah.

PT RUM diwajibkan mengatasi pencemaran udara yang menimbulkan bau busuk menyengat sebelum beroperasi kembali. PT RUM sedang proses membeli peralatan untuk mengaatasi bau busuk tersebut dengan memasan dari Cina.

Menurut Kepala Dinas Pendidikan, Pemkab sudah berupaya mengatasi masalah kesehatan warga ketika bau busuk menyengat dari pabrik milik PT RUM tersebut berlangsung. Diantaranya pemerintah daerah menyediakan posko-poko kesehatan di beberapa dusun dan desa terdampak.

Di posko-posko tersebut, selain menyediakan tenaga medis dan obat-obatkan, Pemda juga  menyediakan  masker, sarung tangan  dan oksigen secara gratis ke warga terdampak. Gangguan kesehatan yang muncul diantaranya adalah : gangguan saluran nafas, asma ringan, pusing dan mual.

Perwakilan Dinas Pendidikan mengakui bahwa banyak anak dan guru yang menggunakan masker di wilayah terdampak pencemaran PT RUM. Pihak Dinas Pendidikan juga mengakui bahwa siswa maupun guru terganggu kesehatannya dan merasa tidak nyaman belajar karena bau busuk yang menyengat dan harus menggunakan masker selama proses pembelajran berlangsung. Peserta didik yang tinggal di wilayah selatan –dekat dengan pabrik–, nilai-nilai rapor semester ganjil 2017 banyak turun, karena sering tidak masuk akibat sakit gangguan pernafasan.

REKOMENDASI KPAI

Pertama, KPAI mendorong Dinas Sosial kab. Sukoharjo bekerjasama dengan Dinas Sosial provinsi dan Kementerian Sosial RI, –mengingat kabupaten Sukoharjo belum memiliki P2TP2–, untuk melaksanakan program trauma healing dan psikosocial kepada sejumlah warga yang mengalami trauma, terutama anak-anak. Khusus untuk anak-anak bisa dilakukan di sekolah-sekolah terdampak.

Selain itu, pendampingan psikologis dan program khusus bagi pemulihan trauma yang dialami anak usia 14 tahun akibat  mendapatkan kekerasan saat aksi demo warga di depan pabrik pada Oktober 2017 lalu harus dilakukan Dinas Sosial dan Dinas PPPA.

 Kedua, KPAI mendorong Dinas Pendidikan mendukung program trauma healing bagi para siswa terdampak yang dilakukan oleh Dinas Sosial dan Dinas PPPA.  Dinas pendidikan membantu memfasilitasi program trauma healing bagi para siswa yang sekolahnya terdampak pencemaran udara. Saat program trauma healing dilaksanakan di sekolah, KPAI mendorong dinas kesehatan juga mengecek kesehatan anak-anak dan ada pemberian vitamin bagi anak.

 Ketiga, Mengingat anak-anak sangat rentan mengalami sakit akibat pencemaran pabrik, sehingga menurunkan kualitas kesehatan dan menganggu tumbuh kembang anak secara maksimal, maka atas nama kepentingan anak sebagai generasi penerus bangsa, KPAI meminta kepala daerah untuk menepati janjinya jika ternyata pabrik serat sintesis milik PT RUM kembali beroperasi dan pemasangan alat tidak mampu meredam bau busuk dalam proses produksinya, maka pabrik tersebut akan diberhentikan permanen produksinya.

Sebagai jalan tengah, warga mengusulkan agar PT RUM alih produksi, yaitu memproduksi barang yang proses produksi ramah lingkungan.  Jika alih produksi, maka prosesnya amdalnya harus benar dan warga pun harus disosialisasi dan diajak dialog dalam proses tersebut, tidak seperti selama ini.

Salam hormat,

Retno Listyarti, Komisioner Bidang Pendidikan, 082298444546

 

 

Posted in Uncategorized | Leave a comment

PERS RELEASE : DUA REMAJA BUNUH DIRI DI BLITAR, KPAI MEMBERIKAN TANGGAPAN

PERS RELEASE

DUA REMAJA BUNUH DIRI DI BLITAR, KPAI MEMBERIKAN TANGGAPAN

Meninggalnya dua remaja di Blitar dalam waktu yang berdekatan  mengejutkan banyak pihak.  Kasus pertama adalah meninggalnya siswi  SMP yang bernama EPA (16 tahun) akibat gantung diri di kamar kosnya. Diduga EPA bunuh diri karena takut tidak bisa diterima masuk di salah satu SMA favorit di kota Blitar, karena terbentur sistem zonasi.

Dua hari setelah kematian EPA, warga Blitar dikejutkan dengan berita kematian BI yang merupakan pelajar yang baru dinyatakan lulus dari SMP di Kabupaten Blitar. Warga Kecamatan Kanigoro itu nekat mengakhiri hidup dengan gantung diri. Pelajar 15 tahun itu ditemukan tewas tergantung pada seutas tali tambang di kamarnya. Motif bunuh diri diduga karena ingin dibelikan motor.

Usia remaja bagi sebagian orang bisa menjadi masa-masa yang sulit serta bisa menjadi periode yang dipenuhi oleh kekhawatiran dan stress. Remaja dituntut untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya untuk bertindak secara bertanggung jawab, namun sekaligus sering dituntut untuk berprestasi, dan secara bersamaan  juga memasuki masa pubertas.

Kebutuhan remaja untuk memiliki kebebasan sering kali bertentangan dengan peraturan dan harapan di dalam lingkungannya, baik lingkungan keluarga, sekolah, maupun lingkungan masyarakat yang lebih luas, sehingga menimbulkan pemberontakan dan jika tidak mampu dikelola akan menimbulkan stress, depresi, bahkan bisa  bunuh diri.

Terkait kedua kasus tersebut, Komisioner KPAI bidang pendidikan, Retno Listyarti menyampaikan tanggapan sebagai berikut :

Pertama, KPAI menyampaikan keprihatinan sekaligus duka yang mendalam atas meninggalnya ananda BI dan ananda EPA, semoga keluarga yang ditinggalkan diberikan kekuatan dan keikhlasan menghadapi musibah ini,

Kedua, Mengahadapi anak-anak diusia yang baru memasuki masa pubertas memang tidak mudah. Oleh karena itu, KPAI mendorong orang dewasa di sekitar anak, baik orangtua maupun guru untuk memiliki kepekaaan sehingga mampu mencegah anak-anak melakukan tindakan bunuh diri.

Alasan seorang remaja melakukan percobaan bunuh diri bisa begitu rumit yang sekaligus pada sisi lain mungkin bukan suatu hal yang dianggap berat bagi orang dewasa pada umumnya. Oleh karena itu, jangan langsung menghakimi remaja yang sedang dirundung masalah”, ujar Retno Listyarti, Komisioner KPAI BidangPendidikan.

Retno menambahkan, “yang harus dilakukan orang dewasa di sekitar anak –SEPERTI GURU DAN ORANGTUA– adalah memiliki sensitivitas (kepekaan) dan kenali tanda-tanda remaja berniat melakukan bunuh diri dan segera upayakan langkah pencegahan.”

Ketiga, Jangan abaikan tanda-tanda perilaku remaja yang berniat bunuh diri. Dengarkan semua yang dia ingin sampaikan dan selalu pantau tindakannya. Jangan mengabaikan ancaman bunuh dirinya dan justru melabelinya sebagai individu yang suka bersikap berlebihan. Cobalah untuk bertukar perasaan dengan anak  dan pastikan dia tahu kondisi yang dialaminya adalah normal. Tiap orang pernah mengalami masa-masa terpuruk dan pada akhirnya semua akan baik-baik saja.

Menyalahkan kebijakan sistem zonasi dalam kematian ananda EPA, bukanlah tindakan yang bijak. Karena sistem zonasi yang ditetapkan pemerintah sesungguhnya memiliki tujuan yang baik, yaitu perlahan justru hendak  menghapus sekolah unggul dan sekolah favorit.

Yang perlu kita dorong kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah adalah memenuhi 8 standar nasional pendidikan (SNP), terutama standar sarana dan prasarana pendidikan yang berkualitas dan merata di seluruh Indonesia dan kedua standar pendidik dan tenaga kependidikan  yang berkualitas dan merata di seluruh Indonesia, sehingga seluruh sekolah berkualitas sama dan tidak perlu ada yang dilabeli  sekolah unggulan atau sekolah favorit lagi.

Andai kualitas  sarana prasarana dan  kualitas pendidik di kabupaten Blitar sama dengan di Kota Blitar, pastilah EPA tidak perlu takut jika tidak diterima di SMAN kota Blitar karena ada kesempatan diterima di SMAN di kabupaten Blitar yang memiliki kualitas yang sama dengan SMAN di kota Blitar.   Ini momentum yang seharusnya menjadi dorongan bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk terus berupaya  memenuhi 8 standar nasional pendidikan nasional merata di seluruh Indonesia.

Sistem zonasi penerimaan peserta didik baru memang ingin mendekatkan anak dengan tempat tinggalnya dan lingkungan bermainnya. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kekerasan dan tawuran karena teman sekolahnya juga teman bermainnya dirumah. Disamping itu, sistem zonasi  juga dapat mengurangi polusi udara dan biaya transportasi harian, karena siswa cukup jalan kaki atau naik sepeda dari dan ke sekolah.

Salam hormat,

Retno Listyarti, Komisioner KPAI bidang Pendidikan, 082298444546

 

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Opini Kompas_Ketika Radikalisme Masuk Ke Sekolah_Dimuat Kompas Cetak 18 Mei 2018

                           KETIKA RADIKALISME MASUK KE SEKOLAH

                                                Oleh : Retno Listyarti*        

Serangan bom bunuh diri di MAPOLRES dan sejumlah gereja di Surabaya yang melibatkan anak-anak dan perempuan membuat kita terhenyak. Kita seolah tak percaya bahwa ada orangtua yang tega mengorbankan anak-anaknya untuk ideologi kekerasan yang diyakininya sebagai kebenaran.  Anak-anak dididik dengan paham radikal oleh orangtuanya dan di jadikan martir bom bunuh diri.

Sebenarnya, banyak faktor yang dapat menyumbang benih-benih radikalisme terhadap anak atau siswa sekolah. Mulai dari lingkungan keluarga, lingkungan pertemanan, ajaran agama di sekolah, sampai sistem pendidikan yang membuat anak didik tak mampu menyaring informasi yang mereka konsumsi.

Penelitian yang dilakukan sejumlah lembaga anti-terorisme menunjukkan kalangan siswa sangat rentan terpapar paham radikal, seperti di tunjukkan hasil  berbagai survei sebagai berikut :

Pertama, Survei Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP) terhadap 59 sekolah swasta dan 41 sekolah negeri. Hasilnya cukup mencengangkan. Lembaga ini menemukan sebanyak 48,9 persen siswa bersedia terlibat aksi kekerasan yang terkait dengan agama dan moral. Survei yang dirilis 2011 ini juga menunjukkan sebanyak 63,8 persen siswa bersedia terlibat dalam penyegelan rumah ibadat penganut agama lain.

Kedua, Survei yang dilakukan SETARA Institute terhadap siswa SMA di Jakarta dan Bandung (2016) menunjukkan 2,4 persen siswa masuk dalam kategori intoleran aktif atau radikal dan 0,3 persen siswa berpotensi menjadi teroris.

Ketiga, pada 2017, mahasiswa pasca sarjana Universitas Paramadina, Marwan Idris meneliti hubungan artikel radikal terhadap sikap siswa. Hasilnya, siswa yang terpapar artikel radikal Islam meningkatkan radikalisme di kalangan siswa. Penelitian dalam bentuk eksperimen ini dilakukan terhadap 75 siswa SMA. Setelah diberikan artikel yang berisi tentang konten radikal, ternyata terjadi peningkatan intensi atau kehendak siswa untuk melakukan perbuatan radikal.

Siswa SMA mudah dihasut konten berita Islam radikal karena minimnya literasi media. Literasi media ini sangat dipengaruhi pengetahuan siswa terhadap materi yang dibaca serta kemampuan untuk melakukan konfirmasi atau verifikasi konten berita.

Pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan mengenai pemahaman terhadap agama yang dibaca secara kontekstual. “Basic knowledge” ini bisa menyaring informasi apa yang harus disikapi dan tidak disikapi, sehingga potensi untuk terkontaminasi radikalisme ini dapat diminalisir.

Indikasi dari radikalisme adalah memahami teks Al Quran sebagai sesuatu yang literal sesuai dengan isi dan redaksinya, monopoli kebenaran atas penafsiran Al Quran, memandang sesat kelompok lain yang tidak sealiran, dan memiliki kecendrungan menolak keberagaman.

SISWA RENTAN TERPAPAR PAHAM RADIKAL

Saya pernah berdiskusi mendalam dengan alumni yang pernah terpapar radikalisasi ketika masih menjadi siswa SMA, yang kemudian berhasil melepaskan diri karena sadar ada yang keliru dengan ajaran yang diterimanya. Dia mengaku direkrut juga oleh alumni sekolahnya, kakak kelas yang sempat dikenalnya. Meski dalam prosesnya, alumni tersebut kemudian juga membawa beberapa orang lainnya yang bukan alumni dari sekolah tersebut. Dia menceritakan proses terjadinya radikalisasi di sekolah yang dialaminya, sedikitnya ada empat tahapan yang dilalui, yaitu sebagai berikut :

Pertama, tahap pendekatan. Tahap ini prosesnya memakan waktu yang cukup lama, bisa mencapai 6 bulan. Pendekatan dilakukan secara personal, sesuai kebutuhan target yang didekati, misalnya target memiliki masalah keuangan, maka dia akan dibantu keuangan. Kalau target memiliki kesulitan pelajaran eksak maka diberi privat agar bisa menguasai materi pelajaran tersebut. Kalau target memiliki masalah pengasuhan karena orangtuanya tidak harmonis, maka akan diberi perhatian dan kasih sayang.

Kedua, tahap perekrutan. Setelah berbulan-bulan pendekatan, biasanya target akan sangat dekat dan mempercayai sang tutor yang dianggap telah menjadi pahlawan baginya karena mampu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi target. Kepercayaan inilah yang kemudian membuat target mudah di rekrut. Karena selama pendekatan, target dengan tutor akan rutin bertemu dan kerap kajian  dengan kelompok kecil, biasanya tidak lebih dari 5 siswa.

Pada tahap inilah, target juga dipengaruhi untuk tidak mengikuti upacara bendera, kalaupun mengikuti, diminta tidak melakukan hormat bendera karena dianggap haram.  Target umumnya tetap upacara, namun tidak hormat bendera dan juga tidak ikut menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.

Rekruitmen ini umumya menyasar adik-adik kelas di sekolahnya  dengan pendekatan melalui kegiatan ekstra kurikuler kerohanian. Biasanya mengisi kajian-kajian jumat. Kajian ini kerap sulit dipantau oleh guru Pembina eksul kerohanian karena umumnya kajiannya terdiri dari beberapa kelompok kecil. Guru Pembina juga kerap kali memasrahkan dan mempercayakan kajian rutin jumat ke pihak lain seperti alumni atau narasumber lain yang dicarikan oleh alumni atau pengurus ekskul kerohanian tersebut.

Ketiga, tahap pembaiatan upacara pengangkatan atau pelantikan seorang yang ditandai dengan pengucapan janji atau sumpah.  Pembaiatan biasanya dihadiri banyak orang dan yang dibaiat pun cukup banyak.  Adapun tujuan pembaiatan adalah untuk memberi semangat kebersamaan dalam perjuangan sekaligus pengikatan diri karena disertai pengucapan sumpah atau janji.

Keempat, tahap pembinaan. Tahap ini adalah perwujudan janji atau sumpah dalam perjuangan yang kemudian dikenalkan sebagai “Amaliyah Jihad”, dengan program dan aktivitas berupa Penggalangan dana, perekrutan anggota baru, Idat (pelatihan), Fai (perampokan), Ightilayat (pembunuhan) dan Istimata (bunuh diri).

PENCEGAHAN DAN PARTISIPASI AKTIF GURU

Ada Kepala Sekolah menceritakan, bahwa di sekolahnya ada seorang guru matematika yang tidak bersedia mengajar materi “probabilitas” di kelasnya padahal ada dalam kurikulum. Saat ditanyakan alasannya, si guru menyatakan bahwa probabilitas itu adalah peluang, peluang itu berarti judi. Sementara pemahaman si guru, judi itu haram sehigga mengajarkan probabilitas juga haram.  Pandangan sempitnya membuat si guru sudah merugikan ratusan siswanya, karena tidak mendapatkan materi pelajaran probabilitas.

Saat saya mengikuti pelatihan guru PKN (Pendidikan Kewarganegaraan) dan Guru Agama yang di selenggarakan oleh  LSM yang konsen dengan HAM dan Keragaman, saya  melihat sendiri ada guru yang menolak menyanyikan lagu Indonesia Raya saat acara pembukaan.

Faktanya, di beberapa sekolah–walau jumlahnya minim– juga ditemui guru-guru yang menolak upacara dan hormat bendera. Padahal sebagai guru, yang bersangkutan seharusnya mendidik anak bangsa untuk mencintai bangsanya dan memperkuat nilai-nilai kebangsaan, bukan malah menjadi model buruk nasionalisme sempit.

Kabarnya, pelaku bom bunuh diri,–Dita Oepriyanto yang menyerang tiga gereja di Surabaya dengan melibatkan istri dan keempat anaknya–, ketika masih duduk di bangku SMA sudah menolak mengikui upacara bendera. Namun, pihak sekolah terkesan melakukan “pembiaran”, bukan membina, menangani dan meluruskan cara berpikirnya. Akhirnya 30 tahun kemudian, Dita menjadi pelaku teror bom bunuh diri bahkan menyertakan istri dan anak-anaknya.

Oleh karena itu,  pemerintah perlu memberikan pendidikan toleransi kepada seluruh guru,  sekolah perlu lebih aktif melibatkan guru-guru ilmu sosial yang bisa melihat alternatif lain dari kondisi sosial yang berkembang. Selain melakukan transfer pentingnya menghargai perbedaan dan keragaman.

Para guru juga perlu dibangun kepekaannya ketika menjumpai hal-hal yang diindikasi merupakan  benih intoleransi di lingkungan sekolah. Misalnya, ketika mengetahui ada siswa yang menyebut kafir, thogut, jihad, mati syahid, dan sebagainya, seharusnya guru tidak membiarkan, namun si siswa perlu didekati, diajak dialog dan dibina dengan pendekatan kelembutan dan kasih sayang.

Ada seorang Kepala Sekolah di Jakarta yang menceritakan pengalamannya saat menjumpai seorang siswa yang mengenakan kaos bertuliskan  Arab gundul yang jika diartikan adalah ajakan jihad. Si Kepala Sekolah kemudian mengajak si siswa tersebut ngobrol santai, dengan lemah lembut Kepala Sekolah menanyakan nama dan kelas si anak, hobbynya, tempat tinggalnya, orangtuanya, aktivitasnya dan dimana beli kaos seperti yang dikenakannya.

Tiga hari kemudian, Kepala Sekolah tersebut mengundang orangtuanya dan menceritakan perjumpaan dengan sang anak, sampai perihal kaos ajakan jihad yang dikenakan sang anak. Orangtuanya kaget dan tidak mengetahui perihal koas tersebut. Kemudian, si orangtua bersedia bekerjasama dengan pihak sekolah untuk mendalami aktivitas kajian agama anaknya di luar sekolah serta membaca berbagai catatan kajian agamanya. Beberapa minggu kemudian,kedua orangtua siswa tersebut datang ke sekolah dan mengucapkan terimakasih, ternyata dari penelusuran yang mereka lakukan, anaknya dipengaruhi oleh ajaran radikalisme.

Kasus-kasus tersebut membuktikan sekolah-sekolah kita rentan terpapar radikalisasi. Untuk itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Agama Republik Indonesia sudah seharusnya menyusun program untuk mencegah dan  membetengi sekolah dari paham radikal. Sekolah harus menjadi tempat yang strategis untuk memperkuat nasionalisme, nilai-nilai kebangsaan dan menyemai keragaman.

*Penulis Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)

Posted in Uncategorized | 1 Comment

KPAI Rilis Trend Kasus Kekerasan Di Sekolah Awal 2018

PERS RELEASE

TREND KEKERASAN DI SATUAN PENDIDIKAN AWAL TAHUN 2018

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyampaikan keprihatinan mendalam atas berbagai kasus kekerasan yang terjadi di sekolah, yang mencoreng dunia pendidikan,  mulai dari kasus kekerasan fisik, kekerasan psikis sampai kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan sekolah.  Mulai dari pemukulan sampai penghukuman tak wajar, seperti menjilat WC sebagaimana dialami  oleh siswa SD di Sumatera Utara.

Kasus  penganiayaan orangtua siswa terhadap salah seorang kepala SMP negeri di Pontianak dan kasus meninggalnya guru Budi di Sampang, Madura akibat pukulan muridnya sendiri sangat viral dan  mengejutkan  banyak pihak.  Masyarakat mempertanyakan  ada apa dengan pendidikan kita sehingga  anak didik bisa berbuat demikian. Para pemimpin oranisasi guru pun beramai-ramai mengusulkan pembentukan Komisi Perlindungan Guru, bahkan ada yang menyampaikan langsung ke Wakil Presiden Yusuf Kalla.

TREND KASUS KEKERASAN ANAK DI SATUAN PENDIDIKAN

Komisi Perlindungan Anak Indonesia, khususnya  bidang pendidikan  menerima 55 pengaduan di awal tahun 2018 terkait kekerasan terhadap anak didik yang dilakukan oleh guru, kepala sekolah, petugas sekolah lainnya, dan  anak didik.  Pengaduan yang diterima KPAI di dominasi oleh kekerasan fisik dan anak korban kebijakan (72%). Sedangkan kekerasan psikis (9%), kekerasan financial atau pemalakan/pemerasan (4%) dan kekerasan seksual (2%). Selain itu,  kasus kekerasan seksual oknum guru terhadap peserta didik yang viral di media , meski tidak dilaporkan langsung ke KPAI, tetapi KPAI tetap melakukan pengawasan langsung mencapai 13% kasus.

Terungkapnya berbagai kasus kekerasan seksual yang dilakukan oknum guru terhadap anak didiknya menjadi trend yang menunjukkan bahwa sekolah yang seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi anak didik ternyata justru bisa menjadi tempat yang membahayakan anak-anak. Guru sebagai pendidik yang mestinya menjadi pelindung bagi anak, justru bisa menjadi oknum  yang membahayakan anak-anak.

Kasus kekerasan seksual yang dilakukan oknum guru tersebut sebagian besar dilakukan di lingkungan sekolah, seperti di toilet, di ruang kelas, di ruang OSIS, dan bahkan ada yang di mushola (ruang penyimpanan karpet).  Juga terjadi saat   kegiatan ektrakurikuler seperti di perkemahan dan bus pariwisata.  Selain itu, korban mencapai puluhan siswa/siswi, karena beberapa kasus pelaku telah melakukan aksi bejatnya selama beberapa bulan bahkan ada yang sudah beberapa tahun.

Trendnya pun berubah, kalau sebelumnya korban kebanyakan anak perempuan, tetapi data terakhir justru korban mayoritas anak laki-laki. Korban mayoritas berusia SD dan SMP. Misalnya kasus kekerasan seksual oknum guru di kabupaten Tangerang korbannya mencapai 41 siswa, kasus di Jombang korbannya mencapai 25 siswi,  kasus di Jakarta korbannya 16 siswa,  kasus di Cimahi korbannya 7 siswi, dan kasus oknum wali kelas SD di  Surabaya korbannya mencapai 65 siswa.

Oknum guru pelaku kekerasan seksual di sekolah juga beragam, ada guru yang berstatus sebagai wali kelas (umumnya ini di jenjang sekolah dasar, karena di SD di kenal guru kelas bukan guru mata pelajaran). Sedangkan di  jenjang SMP dan SMA atau yang sederajat,  pelaku adalah oknum guru mata pelajaran yang diantaranya mengajar bahasa Indonesia, olahraga dan bahkan pendidikan agama.  Untuk kasus di Jombang, pelaku dikenal sebagai guru yang rajin mendampingi  kegiatan kesiswaan,  menjadi imam para siswa saat sholat berjamaah, dan guru yang berdedikasi tinggi dalam menjalankan tupoksinya. Mayoritas warga sekolah terkejut dan tidak menyangka bahwa pelaku bisa melakukan perbuatan bejat tersebut.

Adapun modus oknum guru pelaku kekerasan seksual  beragam, misalnya korban di bujuk rayu dengan iming-iming memberikan kesaktian  seperti ilmu kebal dan ilmu menarik perhatian lawan jenis (semar mesem). Selain itu, ada yang dalih untuk pengobatan dan ruqyah.  Ada juga modus yang meminta anak didik membantu mengkoreksi tugas, memasukan nilai   ke buku nilai, dan  bahkan dalih memberikan sanksi tetapi dengan melakukan pencabulan.

WILAYAH KASUS

Berdasarkan wilayah, pada awal tahun 2018 Komisioner KPAI bidang pendidikan menerima pengaduan maupun pengawasan kasus yang viral di media yang terdiri  dari 8 Propinsi, yaitu  DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Lampung, Kalimantan Barat dan Nusa Tenggara Barat (NTB).  Adapun kabupaten/kota meliputi  24 kabupaten/kota yang terdiri dari : Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, Jakarta Utara, kabupaten Bogor, Kota Bogor, Cimahi, Bandung Barat, Bekasi,  Indramayu,  Kabupaten Ciamis, Kota Semarang, Cilacap, Tangerang Selatan, kabupaten Tangerang, kota Tangerang, Jombang, Surabaya, Sampang, Lampung Timur, kabupaten Sekadau dan Lombok Barat.

Pengaduan kasus pendidikan dari DKI Jakarta tertinggi, yaitu mencapai 58% dan urutan kedua Jawa Barat yaitu 16% dan Banten sebanyak 8%.  Diduga kuat, kantor KPAI yang berada di wilayah DKI Jakarta yang menjadikan masyarakat begitu mudah melapor langsung, sehingga jumlah pengadu terbanyak berasal dari DKI Jakarta.

Kasus DKI Jakarta yang ditangani KPAI meliputi kasus anak pelaku dan korban kekerasan (fisik dan psikis) dan anak korban kebijakan  sekolah. Intruksi Gubenur DKI Jakarta No. 16 Tahun 2015 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan di sekolah menjadi salah satu kebijakan yang membuat sekolah mudah mengeluarkan siswa yang terlibat kekerasan. Namun, selama ini  Dinas Pendidikan DKI Jakarta  sangat kooperatif  dalam menangani berbagai kasus di satuan pendidikan yang dilaporkan ke KPAI.

Namun, saat KPAI melakukan pengawasan ke Jawa Timur terkait kasus kekerasan seksual yang dilakukan oknum guru terhadap puluhan siswanya, KPAI dibuat terkejut dengan data yang dimiliki POLDA Jawa Timur terkait kekerasan seksual terhadap anak (bukan hanya di satuan pendidikan) di wilayah Jawa Timur. Pada tahun 2016 terdapat 719 korban anak dengan pelaku 179 orang laki-laki, tahun 2017 terdapat 393 korban anak dengan pelaku 66 orang laki-laki, dan di awal tahun 2018 memasuki akhir Februari  jumlah korban anak sudah mencapai 117 anak dengan 22 pelaku.

REKOMENDASI

_Pertama_,  KPAI mendorong adanya pendidikan kesehatan reproduksi di kalangan peserta didik mulai dari jenjang Taman Kanak-Kanak (TK) sampai SMA/sederajat. Sedari dini anak harus dididik untuk melidungi tubuhnya agar tidak disentuh oleh orang lain selain dirinya sendiri.

_Kedua_,  Sekolah harus didorong membuka posko pengaduan dan mendorong Anak-anak berani melapor jika mengalami kekerasan, baik kekerasan fisik, psikis, financial, maupun seksual.  Sistem perlindungan bagi anak korban dan anak saksi  yang melaporkan kekerasan harus dijamin perlindungannya.

_Ketiga_ Permendikbud No. 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di satuan pendidikan ternyata belum dipahami oleh para pendidik maupun para birokrat pendidikan, padahal isi Permendikbud ini sangat rinci dalam mendefiniskan jenis-jenis kekerasan dan sanksinya, upaya pencegahan dan penanganan kekerasannya jelas.  Untuk itu, Kemdikbud harus terus mensosialisasikan ke jajarannya, para guru dan para birokrat pendidikan.

_Keempat_Para guru harus dibekali psikologi anak agar dapat memahami tumbuh kembang anak sesuai usianya, juga harus diberi pelatihan manajemen kelas sehingga dapat mengatasi anak-anak yang memiliki kecenderungan agresif, dan membangun disiplin positif dalam proses pembelaajaran.

_Kelima_KPAI mendorong KPPPA, Kemdikbud dan Kemenag untuk bersinergi menciptakan sekolah aman dan nyaman bagi warga sekolah melalui program Sekolah Ramah Anak (SRA).  Percepatan SRA harus dilakukan seluruh Kementerian Lembaga (KL) terkait.

 

Salam hormat,

SUSANTO (KETUA KPAI),  085220421577

RETNO LISTYARTI (KOMISIONER BIDANG PENDIDIKAN), 085894626212

ELVI  HENDRANI (ASDEP PEMENUHAN HAK ANAK ATAS PENDIDIKAN, KREATIVITAS DAN BUDAYA KPPPA), 081381580166

 

Dear Bung Amar,

 

Saya berhasil mengundang salah satu pejabat eselon 2 KPPPA untuk hadir di kampanye Stop Bullying  yang kita selenggarakan, tentu saja pejabat yang sesuai dengan tema diskusi kita. Kehadiran beliau akan menguatkan kampanye kita karena selain KPAI ada representasi negara yang lain, yaitu Kementerian PPPA.

 

Nama pejabatnya adalah : Ibu Elvi Hendrani

 

Jabatannya : Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak Atas Pendidikan, Kreativitas dan Budaya
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA)

 

Terkait kehadiran beliau,   apakah Surya film tidak keberatan memberikan honor? Beliau sih bukan pejabat yang hitungan dan orangnya asyik.  Beliau juga akan membawa booklet stop bullying untuk hadiah penonton sebagai partisipasi dan dukungan KPPPA terhadap kampanye  Surya Film dan KPAI.

 

Salam hangat

Retno Listyarti

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Dear Bung Amar,

 

Karena selain media, ternyata  jumlah anak sekolah dan gurunya yang hadir lumayan banyak, maka saya memerlukan beberapa hal berikut:

 

  1. Dua staf KPAI yang akan membantu saya mendata (mengabsen kehadiran) sekaligus membagikan kaos dan topi agar berjalan tertib  (tidak berebut) dan ada bukti data pemberian  serta kehadiran undangan dari sekolah, jenjang SD sampai SMA.  Staf yang akan buatkan listnya. Staf juga akan memberikan petunjuk pada undangan sekolah yang bingung lokasi, dll.
  2. Satu staf  Humas KPAI yang akan mengurus  media dan membuat absen kehadiran media dan juga membagi rilis serta souvenir. Staf ini juga yang akan memberikan petunjuk kepada media jika tak paham lokasi, dll.  List daftar hadir juga akan disiapkan oleh staf humas KPAI.
  3. Terkait tiga staf tersebut, karena mereka kerja di luar jam kerja, mohon kiranya memberikan uang lelah mereka. Dititipkan saja ke saya, nanti saya yang menyampaikan, siapkan saja bukti tanda terimanya.
  4. Mohon ijin bertanya apakah kita akan menyediakan snack (misalnya roti dan air mineral?) untuk acara besok?

 

Salam hormat dan terimakasih

Retno Listyarti

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Rilis KPAI tentang UNBK SMA 2018

PERS RELEASE

KPAI : MENGUJI SISWA DENGAN SOAL YANG TIDAK PERNAH DILATIHKAN ADALAH MAL PRAKTEK DALAM EVALUASI

KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) menyampaikan keprihatinan atas sulitnya soal mata uji matematika UNBK SMA tahun 2018 yang viral di media social maupun media massa. KPAI menyampaikan apresiasi kepada para peserta UNBK SMA yang berani bersuara di ruang public atas kasus ini. KPAI juga mengapresiasi  Mendikbud RI yang berani meminta maaf secara terbuka pasca kritik pedas para peserta UNBK SMA.

Walau demikian KPAI juga menyesalkan cepatnya reaksi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI yang langsung menyatakan bahwa soal matematika UNBK SMA memang  dibuat sulit, karena  termasuk jenis  soal HOTS (Higher Order Thinking Skills).

“Padahal, sulit (hard) atau mudahnya sebuah soal tidak bisa langsung ditentukan dari teks ataupun konteks soal. Secara metodologis tingkat kesukaran soal ditentukan dengan statistik. Dari populasi atau sampel diperiksa berapakah siswa yang menjawab benar, salah atau malah tidak menjawab,” urai Retno Listyarti, Komisioner KPAI Bidang Pendidikan.

“Sederhananya bila banyak siswa menjawab dengan benar berarti soal itu mudah. Bila yang terjadi sebaliknya berarti soal itu Sulit. Sementara hasil UNBK matematika SMA belum diketahui hasilnya saat itu,” tambah Retno.

KPAI MENERIMA PENGADUAN

KPAI tidak membuka posko pengaduan, namun pengaduan para peserta UNBK yang diterima bidang pendidikan cukup banyak. Pengaduan berasal dari Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan,  Depok, Kota Bekasi, Cikarang, Jakarta Selatan, Jakarta Timur dan Jakarta Utara. Pengadu ada yang berasal dari   SMA Negeri maupun SMA swasta.

KPAI tidak membuka posko pengaduan UNBK, namun Komisioner KPAI  bidang Pendidikan menerima banyak keluhan dan pengaduan dari para peserta UNBK SMA tahun 2018, terutama untuk soal mata uji matematika. Luapan emosi anak-anak ditumpahkan melalui aplikasi WhatsApp, Line, DM Twiter, inbox Facebook dan telepon langsung.

Hal-hal yang dikeluhkan diantaranya adalah soal UNBK Matematika yang sangat sulit, tidak cukup waktu mengerjakannya karena langkahnya yang banyak dan rumit, soal tidak sesuai dengan kisi-kisi,  dan siswa menyatakan hanya menyakini jawaban benar sekitar 5 s.d. 10 dari 40 soal yang diuji.  Siswa juga mengaku tidak pernah membayangkan soal matematikn UNBK sesulit itu, padahal selama ini mereka sudah belajar keras untuk berlatih menyelesaikan soal-soal matematika dari berbagai sumber.

Ketika digali lebih jauh, para siswa pengadu mengaku tidak pernah mendapatkan soal jenis itu dalam proses pembelajaran dan penilaian selama 3 tahun di SMA. Beberapa siswa yang menelepon langsung ada yang menangis karena khawatir mendapat nilai buruk dan ada juga yang menyatakan berkurang semangatnya mengikuti ujian hari ketiga dan keempat akibat frustasi mengerjakan soal matematika di hari kedua ujian.

KPAI mengapresiasi keberanian anak-anak generasi milineal ini untuk mengungkapkan perasaannya, pikirannya dan penilaiannya terhadap sulitnya soal-soal matematika UNBK SMA secara terbuka di ruang publik dan media social.  Apa yang mereka ungkapkan adalah bentuk hak partisipasi anak dalam mengkritisi kebijakan pendidikan yang mereka nilai tak adil.

PELANGGARAN HAK ANAK

Dari pengaduan yang masuk, KPAI menemukan beberapa indikasi masalah terkait sulitnya soal UNBK Matematika SMA, sebagai berikut:

  • KPAI mendorong Kemdikbud RI untuk melakukan evaluasi terhadap penyajian soal ujian nasional jenjang SMA yang berlangsung pekan lalu secara transparan, karena ada dugaan mal praktek evaluasi yang menimbulkan ketidakadilan bagi anak-anak peserta UNBK SMA.
  • Ada dugaan mal praktek evaluasi karena, sejumlah soal terindikasi sulit dipahami oleh siswa karena materinya belum pernah diajarkan di kelas.Siswa tidak memahami soal itu karena soal itu tidak mengukur kemampuan siswa terkait materi yang dipelajari. Artinya validitas soal bermasalah. Menguji siswa dengan materi yang tidak pernah dipelajari adalah ketidakadilan.
  • Bisa jadi soal itu bermasalah karena tidak  memiliki daya pembeda. Artinya soal itu tidak bisa membedakan antara siswa yang ada di kelompok atas dan bawah (kemapuan diskriminasi).  Bisa juga karena teks soal itu bersifat ambigu atau multitafsir sehingga dipahami berbeda oleh siswa satu dan siswa lainnya (masalah realibilitas soal). Berbeda dengan tingkat kesukaran, level berpikir tiap soal  ditentukan sejak tahap persiapan pembuatan soal.
  • Dari referensi yang dipelajari oleh KPAI, soal tipe HOTS bukan berarti soalnya harus sulit. Soal tipe Hots pada UNBK adalah soal-soal yang dalam bahasa blue print ujian dikenal dengan kode L3 artinya soal tipe penalaran. Ciri utama soal L3 adalah benar-benar mencoba menghindari soal yang bertipe sekedar ingatan, sebaliknya menuntut siswa untuk berpikir dan menerapkan konsep-konsep yang mereka pelajari pada situasi baru yang tidak familiar atau situasi yang sudah mereka kenal tetapi tidak ada algoritma tunggal yang tersedia untuk menjawabnya, mereka harus melakukan proses berpikir analisis, sintesis, menilai dan mengambil keputusan atas masalah yang disodorkan dalam soal.

“Hal ini berbeda dengan soal sulit (hard), soal yang dikatakan sulit bila dalam menjawabnya membutuhkan banyak langkah penyelesaian, banyak variabel yang tidak diketahui dan biasanya menggunakan banyak operasi matematika untuk menyelesaikannya,” urai Retno.

  • Pembelajaran HOTS menuntut para guru yang mampu meyakinkan siswa bahwa materi yang dipelajari berguna untuk kehidupan sehari-hari. Untuk itu, Penguasaan konsep/teori bukan hanya dihafalkan. Tapi dibawa untuk mampu diaplikasikan dalam hal-hal yang sederhana hingga rumit. Pembuat kebijakan harus bisa merumuskan pembelajaran HOTS yang mampu dikembangkan para guru.

“Kalau Kemdikbud mau adil, maka  yang perlu dibenahi para gurunya untuk melakukan proses pembelajaran HOTS bukan malah berkosentrasi pada UN saja untuk menguji HOTS para siswanya,” ujar Retno.

Berdasarkan lima indikasi di atas, maka KPAI menemukan ada dugaan bahwa Kemdikbud RI telah melakukan pelanggaran hak anak, karena menguji anak-anak dengan soal-soal yang materinya dan jenis soalnya tidak pernah diajarkan, ini adalah mal praktek dalam pendidikan, tepatnya dalam evaluasi. Kalau mal praktek di kedokteran bisa menimbulkan kematian, maka mal praktek di pendidikan bisa merugikan para siswa dan menghambat kualitas pendidikan.

 

Salam hormat,

Retno Listyarti, Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, 085894626212

 

 

 

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Rilis KPAI STOP BULLYING dengan Sejumlah artis

PERS RELEASE

KPAI DAN SURYA FILM KAMPANYE STOP BULLYING DI CFD BERSAMA RATUSAN SISWA DAN GURU, SYAHRINI, HOTMAN PARIS, KOMEDIAN DAN SEJUMLAH ARTIS

 Kampanye STOP BULLYING! Yang digagas oleh KPAI dan Surya Film bertujuan untuk mengedukasi masyarakat bahwa bullying sangat mengerikan dampaknya, bagi siapapun, terlebih anak-anak. Kampanye stop bullying diadakan di arena Car Free Day (CFD) di Bundaran HI pada minggu, 13 Mei 2018 mulai pukul enam pagi.

Kampanye stop bullying berlangsung meriah karena diramaikan oleh  sejumlah seleb tanah air seperti: Princess Syahrini, Pengacara Hotman Paris,  Penyanyi Saykoji,  Selegram Young lex,  Tony Q, Joni Iskandar, Gugun, Ridwan Remin (stand up comedy), dan sebagainya.

Selain para artis, kampanye juga dihadiri oleh undangan sekolah yang terdiri dari sejumlah siswa dan guru yang berasal dari berbagai sekolah di Jakarta, seperti : SMAN 7, SMA N 29, SMAN 51, SMAN 53, SMAN 71, SMPN 167, SMPN 106, SD Al Ma’ruf, SDN 02 Cakung, SMPN 62, SMPN 14, MtsN 14, SMP Darul Mukminin Merdeka, dan  SMP Mahasiswa.

“KPAI mengapresiasi inisiasi Surya Film dengan mengajak para artis dan komedian tanah air untuk menyiarakan STOP BULLYING. Peran para artis dan komedian dalam mempengaruhi para penggemarnya akan berdampak sangat signifikan dalam menyerukan stop bullying,”ujar Retno Listyarti.

PERFORMANCE DAN DISKUSI

Berbagai performance bertema “stop bullying” ditampilkan dengan sangat menarik oleh para artis, dimulai dengan penampilan Young Lex dan diakhiri oleh Tony Q.  Menampilkan penyanyi sampai comedian sekelas Ridwan Remin.

Selain Performance dari para seleb tanah air, kegiatan kampanye stop bullying juga menampilkan diskusi berbobot bertema “stop bullying”. Diskusi menghadirkan narasumber dari Pengacara Hotman Paris, Penyanyi Syahrini yang kerap dibully di media social, Retno Listyarti (KPAI),  Elvi Hendrani (Kementerian PPPA), dan ada testimony siswa korban bully.

 Bullying adalah tindakan di mana satu orang atau lebih mencoba untuk menyakiti atau mengontrol orang lain dengan cara kekerasan. Bullying biasanya terjadi berulang dalam jangka waktu yang cukup panjang dan umumnya ada relasi tak seimbang antara korban dengan pelaku bullying.

KASUS KORBAN BULLY YANG BUNUH DIRI

“Dampak Bullying di dunia nyata maupun di dunia maya sama bahaya, bahkan beberapa kasus, korban memutuskan bunuh diri karena tidak tahan di bully.  Tercatat, seorang siswi salah satu SMP di Kota Bekasi berinisial Vi memutuskan gantung diri setelah berbulan-bulan dihina sebagai anak tukang bubur,” ujar Retno.

Retno menambahkan beberapa kasus korban bully yang mencoba bunuh diri,” Di Tegal, Jawa Tengah, EH, siswa kelas enam SD, mencoba bunuh diri. Bocah malang ini berusaha mengakhiri hidupnya sendiri karena malu belum membayar uang sekolah. Beruntung nyawa Eko berhasil ditolong.”

Pada tahun 2017, EL(16), siswi di salah satu SMA negeri di Bangkinang, Kampar, Riau, ditemukan tewas tenggelam di sungai. Ada dugaan korban bunuh diri setelah tak tahan di-bully teman-temannya di sekolah.

Pihak keluarga EL menjelaskan  kalau korban selama ini sudah minta pindah sekolah. Alasannya karena korban sering di-bully kawan-kawannya, bahkan sudah beberapa hari terakhir korban sudah tidak mau sekolah lagi. Korban mendesak pihak keluarga segera memindahkannya ke sekolah lain.

 

Salam hormat,

NARAHUBUNG

Retno Listyarti (KPAI),  085894626212

Izmi (Surya Film),081281441948

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PENDIDIKAN ANAK

 

Guru professional harus mengabdi kepada murid, bukan birokrasi. Puncak dari pengabdian seorang guru adalah ketika ia bisa berbagi pengetahuan dan ketidaktahuan, berbagi keresahan dan harapan dengan murid-muridnya atas persoalan bangsa ini. Dia akan menjadi sahabat bagi murid-muridnya. Jadi, murid bisa saja jadi guru atau sebaliknya. Pendidik yang baik tidak pamer pengetahuannya dan selalu menyadari kekurangannya.

 

Selama orang dewasa seperti guru dan orangtua beranggapan bahwa mendidik dan mendisiplinkan anak adalah dengan hukuman dan kekerasan, maka selama itu pula mata rantai kekerasan tidak akan pernah putus.

 

Pendidikan sejatinya adalah mempertajam pikiran (kritis, analitis dan cerdas) dan menghaluskan perasaan (peduli pada ketidakadilan, masalah di lingkungannya dan menghargai ilai-nilai kemanusian) peserta didik.

 

Saya sangat percaya bahwa mendidik dan mengubah perilaku anak adalah dengan memberikan cinta, kasih sayang dan penghargaan serta reward BUKAN dengan punishment apalagi kekerasan.

 

Perilaku anak 70% adalah meniru lingkungan dan orang dewasa di sekitarnya, jadi kalau sebagai orang dewasa kita mendidik dengan kekerasan maka anak akan merekam itu dan menirunya. Anak belajar bahwa mendidik dan menyelesaikan masalah adalah dengan kekerasan.

 

 

 

 

 

BULLYING JANGAN DIANGGAP REMEH

 

Bullying adalah tindakan di mana satu orang atau lebih mencoba untuk menyakiti atau mengontrol orang lain dengan cara kekerasan.

 

Cyber bullying adalah segala bentuk kekerasan yang dialami anak atau remaja dan dilakukan teman seusia mereka melalui internet

 

Bullying biasanya terjadi berulang dalam jangka waktu yang cukup panjang dan umumnya ada relasi tak seimbang antara korban dengan pelaku bullying.

 

Dampak bullying yang dirasakan anak korban diantaranya adalah mengalami depresi (murung, engan bergaul, ketakutan), Kurang Menghargai Diri Sendiri, memiliki Masalah Kesehatan akibat Psikologis dan Prestasi Akademik Menurun,serta  dapat memiliki Pikiran untuk bunuh diri. Jadi jangan remehkan Bullying!

 

Bullying berdampak negatif terhadap semua pihak yang terlibat, baik terhadap Target (Korban Bullying), Pelaku Bullying, Bystander/Saksi (yang menyaksikan kejadian Bullying), dan terhadap Sekolah jika terjadi di lembaga pendidikan

 

 

BENTUK-BENTUK BULLYING

 

 

Pertama, Bullying fisik, contohnya memukul, menjegal, mendorong, meninju, menghancurkan barang orang lain, mengancam secara fisik, memelototi, dan mencuri barang.

 

 

Kedua, Bullying psikologis, contohnya menyebarkan gosip, mengancam, gurauan yang mengolok-olok, secara sengaja mengisolasi seseorang, mendorong orang lain untuk mengasingkan seseorang secara soial, dan menghancurkan reputasi seseorang.

 

 

Ketiga, Bullying verbal, contohnya menghina, menyindir, meneriaki dengan kasar, memanggil dengan julukan, keluarga, kecacatan, dan ketidakmampuan (contoh: “Eh ada sih pincang lewat”).

 

 

 

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Rilis Hasil Pengawasan KPAI di Kendal

PERS RELEASE

TIGA REKOMENDASI KPAI DALAM MENCEGAH KEPALA SMK MEMBUAT PERJANJIAN PENYALURAN KERJA PARA LULUSANNYA

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melakukan pendalaman terhadap kasus dugaan program magang palsu siswa SMK yang melibatkan sejumlah SMK di Kendal (Jawa Tengah) dan Nusa Tenggra Timur (NTT).

Pada (10/4) lalu, KPAI menurunkan tim ke Semarang untuk meminta klarifikasi dan penjelasan dari  pihak-pihak terkait seperti Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Tengah,  sekaligus perwakilan  beberapa SMK di Kendal yang melakukan MoU dengan PT Sofia Sukses Sejati. Pertemuan berlangsung di Kantor Dinas Pendidikan  Provinsi Jawa Tengah di jalan Pemuda, Kota Semarang.

“Pertemuan tersebut berlangsung selama sekitar 150 menit dan semua pihak yang dimintai klarifikasi bersikap kooperatif.  KPAI mencoba menggali awal mula MoU antara sekolah dengan  PT Sofia Sukses Sejati, tujuan kerjasama, apakah ada pelibatan Dinas tenaga kerja dan Dinas Pendidikan dalam proses rekruitmen siswa yang mengikuti program kerjasama tersebut, termasuk siapa yang melakukan pengawasan di negara tujuan” urai Retno Listyarti, Komisioner Bidang Pendidikan.

“Selain itu,  modus dan trend yang terungkap akan digunakan KPAI sebagai upaya pencegahan agar seluruh SMK di Indonesia berhati-hati dalam melakukan kerjasama  dengan pihak manapun,  baik di dalam negeri maupun di luar negeri agar dapat menjamin para siswa di eksploitasi tenaganya di luar batas kewajaran dan potensi menjadi korban perdagangan orang,” ujar Ai Maryati Solihah, Komisioner KPAI bidang trafficking dan Eksploitasi.

BUKAN MAGANG TETAPI PENYALURAN TENAGA KERJA

Dari penjelasan MKKS (Musyawarah Kerja Kepala-Kepala Sekolah) SMK Kendal, Kepala SMKN 5 Kendal dan SMK PGRI I Kendal, terungkap bahwa MoU dengan PT Sofia Sukses Sejati  dilakukan oleh seluruh SMK di Kendal, baik negeri maupun swasta. MoU juga bervariasi tahun penadatangannya, namun para kepala sekolah dan jajarannya mengaku bahwa kerjasama dengan PT Sofia bukanlah  program magang, tetapi penyaluran tenga kerja keluar negeri. Dimana para lulusan SMK tersebut akan disalurkan mendapatkan pekerjaan di luar negeri.  Karena siswa yang baru lulus yang diberangkatkan, maka dapat dipastikan sebagaian besar sudah berusia 18 tahun ke atas, yang artinya bukan lagi usia anak.

“Walaupun bukan usia anak, namun MoU yang dilakukan tanpa sepengetahuan Dinas Tenaga Kerja dan Dinas Pendidikan setempat  sangat berpotensi membahayakan anak-anak yang sedang menempuh pendidikan di SMK tersebut, karena disalurkan kerja keluar negeri dengan cara yang tidak lazim. Pihak sekolah juga mengaku tidak pernah tahu perjanjian kontrak antara siswanya dengan PT Sofia karena langsung ditandatangi oleh si anak dengan pihak PT Sofia,” tambah Retno.

Para Kepala Sekolah menyatakan bahwa pada awalnya penyaluran para siswa mereka bekerja di luar negeri terbilang lancar dan tanpa masalah, bahkan beberapa sukses. Kala itu, para siswa yang baru lulus SMK itu disalurkan ke pabrik-pabrik elektronik di Malaysia.

“Namun, masalah baru muncul saat tahun 2016, dimana para siswa yang semula dalam kontrak akan ditempatkan di perusahaan Kosmetik, ternyata justru di tempatkan di perusahaan sarang Walet, bahkan para siswa lulusan SMK tersebut sempat mengalami penyekapan selama 2 bulan sampai kemudian dibebaskan oleh Polisi Malaysia  atas koordinasi KBRI Malaysia,” jelas Ai Maryati.

REKOMENDASI

Pertama, KPAI berpandangan bahwa, model MoU sebagaimana dilakukan oleh pihak sekolah dengan PT Sofia harus menjadi pembelajaran semua pihak untuk tidak terulang, sehingga  dapat mencegah para lulusan SMK mengalami eksploitasi dan perdangan orang.  Untuk itu, KPAI mendorong Dinas-dinas Pendidikan di berbagai daerah mensosialisasi dan melakukan pengawasn terkait program-program sejenis yang mungkin saja di lakukan oleh SMK-SMK lain di berbagai daerah di Indonesia. Dalam hal, Kemdikbud juga wajib mencegah dengan mengeluarkan regulasi bagi upaya pencegahan.

Kedua, Dalam pengamatan KPAI potensi terjadinya trafficking dan eksploitasi dalam kasus ini tetap harus diwaspadai. Seperti pada proses recruitment dan pengawasan di tempat tujuan.  Oleh sebab itu KPAI mendorong sekolah dan pihak perusahaan harus mengutamakan koordinasi dengan Dinas pendidikan dan Dinas Tenaga Kerja Provinsi dalam kebijakan dan persetujuan memberangkatkan siswa lulusan SMK, agar dokumentasi dan managerial perusahaan dipastikan legal, sesuai dengan kontrak kerja dan dapat diawasi secara intensif.

Ketiga, Ada tiga fakta yang memprihatinkan selama proses penyaluran tenaga kerja tersebut pada 2016, yang patut diduga praktik eksploitasi, yakni adanya penyekapan selama 2 bulan sebelum dipulangkan, gaji bulanan tidak sesuai kontrak kerja, dan perbedaan penempatan dari yang disetujui di Indonesia yang kini kasusnya sedang bergulir di Meja hijau, sehingga mengharuskan penegakkan hukum berjalan agar menjadi efek jera bagi para pelaku dan pembelajaran untuk meningkatkan kewaspadaan public.

 

Salam hormat

Retno Listyarti,  Komisioner KPAI Bidang Pendidikan

Ai Maryati Solihah,  Komisioner KPAI Bidang Trafficking dan Eksploitasi anak

Posted in Uncategorized | Leave a comment

RILIS KPAI DARI PENGAWASAN DI MAROS

PERS RELEASE

KPAI DAN KPPPA MENDORONG PEMBANGUNAN JEMBATAN SEMENTARA BAGI ANAK-ANAK DESA BONTO MATINGGI  UNTUK KE DAN DARI SEKOLAH

KPAI menerima informasi bahwa puluhan anak di seberang sungai Desa Bonto Matinggi, Kecamatan Tompo Bulu, kabupaten Maros, Sulawesi selatan harus berjuang menyebrang sungai dengan arus yang cukup deras untuk berangkat dan pulang sekolah setiap harinya. Jika musim hujan, air sungai naik dan arusnya juga semakin deras, sehingga membahayakan jiwa anak-anak yang menyebrang untuk bersekolah.

Atas dasar informasi tersebut, maka KPAI berkoordinasi dengan Elvi Hendrani, Asisten Deputi Bidang Pendidikan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) dan kami sepakat untuk sama-sama meninjau lokasi. KPPPA menurunkan tim sebanyak 5 orang, termasuk 2 fasilitator Sekolah Ramah Anak (SRA) di Maros dan Makassar. Peninjauan lapangan dilakukan pada 27-29 April 2018.

Peninjauan ke lokasi adalah untuk: (1) memastikan jumlah anak sekolah yang setiap harinya, minimal 2 kali harus menyebrang sungai, (2) mendengarkan suara anak-anak, termasuk kondisi sungai yang diseberangi setiap hari, (3) memastikan rencana pembuatan jembatan dengan menggunakan dana desa, termasuk perkiraan waktu selesainya proses  pembangunan.

HASIL PENGAWASAN

  1. Jumlah anak yang setiap hari menyeberang sungai untuk bersekolah mencapai lebih dari 30 anak, terdiri dari siswa SD dan SMP.
  2. SD terdekat adalah SDN 30 Inpres Gantarang, Desa Bonto Matinggi, Kecamatan Tompo Bulu yang berjarak sekitar 3 kilometer dari pinggir sungai. Gedung SD negeri ini juga cukup memprihatinkan, ada 2 ruang kelas yang rusak, namun tak kunjung mendapat bantuan perbaikan, padahal sudah cukup lama rusaknya.
  3. Anak-anak yang di wawancarai saat pengawasan menyampaikan rasa takutnya setiap kali akan menyeberang sungai, apalagi jika air sedang tinggi dan arus cukup deras, mereka harus naik ban yang diatasnya diberi papan dan duduk diatas papan, kemudian ban akan ditarik oleh anak lain di seberang sungai.
  4. Ketika air agak surut, anak-anak tersebut bisa menyebrangi pinggiran bendungan di sungai tersebut (yang lebarnya sekitar 40 cm dan panjang 130 meter. Anak-anak mengatakan bahwa saat menyebrang dengan sisi pinggir bendungan tersebut arusnya terasa cukup deras dan butuh keseimbangan badan.
  5. Ada orangtua siswa yang mengaku pernah terjatuh saat menyeberang dengan menggunakan pinggir bendungan dan terbawa aus, padahal sungainya peuh dengan batu-batu. Karena, anak-anak yang masih SD rata-rata diantar ibunya saat ke sekolah, sebab sang ibu khawatir keselamatan anak-anaknya saat menyebarang sungai tersebut.
  6. Tim juga mendapatkan informasi bahwa banyak siswa tertinggal mengikuti pelajaran saat musim hujan tiba di daerah tersebut, akibatnya banyak anak yang mengalami kesulitan mengejar ketertinggalan pembelajaran di kelasnya. Hal ini terntu sangat merugikan anak-anak tersebut.
  7. Di lokasi ditemukan pondasi jembatan di kedua sisi  sungai, ternyata pondasi itu dibangun sejak 2015, namun tidak dilanjutkan lagi hingga 2018, sehingga pembangunan jembatan penyebarangan memang tidak rampung pembangunannya hingga sekarang.
  8. Menurut pihak pemerintah kabupaten, pihak desa tidak pernah melaporkan  permasalahan pembangunan jembatan yang belum rampung tersebut. Sehingga pemda juga tidak mengetahui bahwa ada aaak-anak sekolah yang harus bertaruh keselamatan saat berangkat ke sekolah setiap harinya.
  9. Temuan lapangan menunjukkan  bahwa sudah ada koordinasi antara dinas PPPA kabupaten Maros dengan pemerintah desa dan kecamatan. Dinas PPPA Kabupaten Maros juga telah turun ke lokasi, dan dari hasil koordinasi, pihak Dinas PPPA berjanji akan melaporkan perkembangan hal ini satu bulan ke depan ke KPAI dan KPPPA.

REKOMENDASI

Pertama, KPAI mengapresiasi KPPPA yang sudah cepat tanggap dalam menangani permasalahan ini dan berupaya memastikan perlindungan  dan keselamatan anak-anak di desa Bonto Matinggi, Kecamatan Tompo Bulu, kabupaten Maros, Sulawesi selatan, bahkan mengajak KPAI meninjau langsung ke lokasi.

Sebagai lembaga pengawas perlindungan anak, KPAI mendorong pihak KPPPA untuk terus berkoordinasi dengan pemerintah Kabupaten, terutama  Dinas PPA Kabupaten Maros dalam upaya mengawal pembangunan jembatan penyebrangan di desa tersebut sampai selesai, demi keselamatan dan upaya pemenuhan hak-hak anak di desa Bonto Matinggi.

Kedua, KPAI mengapresiasi kepdeulian dan inisiasi masyarakat dalam penggalangan dana pembangunan jembatan melalui kitabisa.com, terpantau pada pukul 09.21 wita (25/4) sudah mencapai Rp 188.633.247 atau 94 persen dari total target Rp 200 juta. Jumlah total donasi, sebanyak 655 orang, tersebar dari seluruh Indonesia.

Sayangnya, dana ini ditolak oleh pemerintah kabupaten Maros untuk membangun jembatan yang dimaksud dengan alasan sudah dianggarkan dalam dana desa sebesar Rp 350 juta pada APBD perubahan tahun 2018. Kalau sudah dianggarkan APBD atau dana desa memang tidak bisa menerima dana masyarakat.

Namun, mengingat proses pembahasan perubahan yang masih memakan waktu dan pembangunan jembatan yang juga butuh waktu yang tidak singkat, padahal anak-nak setiap hari masih harus menyeberang sungai saat menuju dan pulang sekolah, maka sambil menunggu jembatan jadi beberapa bulan lagi, KPAI mendorong  Pemda Maros menyetujui pembangunan jembatan sementara, bisa menggunakan bambu yang banyak terdapat di  desa Bonto Matinggi.

Pembiayaan bisa diambil dari sebagian hasil sumbangan masyarakat yang sudah terkumpul. Keselamatan anak-anak dan kepentingan terbaik bagi anak harus dikedepankan dalam permasalahan ini. Untuk itu, KPAI kan segera bersurat kepada Bupati Maros menyampaikan rekomendasi dari hasil pengawasan.

Jakarta, 30 April 2018

Narahubung:

Retno Listyarti, Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, 0858-9462-6212

Elvi Hendrani, Asdep Pendidikan KPPPA, 0813-8158-0166

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Retno Listyarti Lolos Fit And Profer Test DPR

https://news.detik.com/berita/d-3524352/dpr-sahkan-9-komisioner-kpai-baru-termasuk-3-petahana

 

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Retno Listyarti Terpilih Menjadi Komisioner KPAI

https://www.jawapos.com/read/2017/06/12/137007/retno-listyarti-dari-kursi-kepala-sekolah-ke-komisioner-kpai

 

Posted in Uncategorized | Leave a comment